Laman

Kamis, 27 Februari 2014

Di Salon Kecantikan

"klinting"
ah... aku baru saja sarapan
sebungkus jerit lengkap dengan sebab-sebabnya.
"mau di poles bagaimana mbak?"
''pokoknya bikin wajah saya
seperti jalan beraspal bebas terjal.
bikin daun yang mandi embun
iri dengan kulit saya.
masalah kertas angka yang biru-biru itu,
kamu tiggal pesan".
tepat sasaran, saya bakal bancakan lagi sama teman-teman.
kubimbing ibu tadi,
eh maaf, mbak yang ingin menambah molek,
masuk ke ruang perawatan.
"kali ini segala yang buram di suram wajah saya,
akan terhapus rekam jejaknya". katanya mantap.
maka kukerjakan seni yang menunggu didepanku.
sepuluh menit pertama ia hanya menyerngit.
sepuluh menit kedua ia merintih letih.
sepuluh menit ketiga air paling murni mengalir di kedua pipinya
yang telah bersih kucungkil risih-risih.
"lanjutkan, lanjutkan," ucapnya.
sepuluh menit keempat ia mulai berteriak sakit kala kucabut
risau yang melebat di wajahnya.
aku heran mbak ini ingin bertahan.
"mbak prosesi telah usai," kataku kemudian.
melengganglah ia kedepan bayangannya.
"mengapa lebih cantik dia?
saya sakit-sakit disitu dan hanya sebegini saja?
mana bisa yang lain tertarik?
yasudah besok saya datang lagi,
buat wajah saya seolah aspal tanpa terjal,
daun yang mandi embun iri dengan wajah saya,
dan cantik ini tak boleh lenyap pukul 12 malam."
"klinting" ia pergi dengan cek sudah di meja.
seperti biasa secarik kertas lain terselip di belakang cek saya
katanya "tolong, saya ingin bebas".

-dipta

pada ikan
yang membatu.
setiap akan, punya cetakannya sendiri.
seperti batu.
seperti waktu.

-dipta

Rabu, 19 Februari 2014

SEGALA-KU SEMUA-MU

kubiarkan kau tanggal dikelopakku menuju tinggal dikelopak yang lain. yang entah lebih harum ciumnya, lebih manis senyumnya, atau lebih selain lebih yang kupunya. tentu aku melihatmu menyebrang menuju bunga itu, kepakmu antusias seperti melihat rumah dari perjalanan panjang. bersamaku memang melelahkan, seperti kau pulang tanpa pergi, seperti kau pergi menuju pulangmu sendiri. kubiarkan lentera kasih mu padam diranah masih. aku ingin lihat senyummu menyala solah sumbu terendam minyak. seandainya disanapun kau tidak juga bahagia, maka kau cabut aku dari tanah yang kucintai. karna segala yang kupunya ada di sudut matamu. yang bila mencair, aku juga berakhir.

-dipta