bukanlah seorang penuh luka yang tak selalu terluka. bukanlah amatir yang pandai menyerap tafsir yang tak pernah memaknai pelesir.
Sabtu, 21 Juli 2012
Pulang
Lampuku hampir redup
Sebentar lagi kegelapan kan menyelimutiku
Dengan jalanan kosong sepi
Sementara angin dingin menari
Dua kaki ini letih
Terus berdiri, berdiri dan menanti
Tak kalah oleh angin
Tak goyah oleh sepi
Dedaunan tak tumbuh menghijau
Hanya kulit pohon yang hampir mati
Ranting-rantingnya nampak jemari menakutiku
Lampu ini sebagai kawan seperjalananku
Mungkin sudah tiba waktu
Dimana harus kutinggalkan lampu, beserta ranting dan jalanan kosong bagiku
Derap langkah tak kunjung ku dengar
jauh... jauh.. masih jauh
Tak kan ada yang datang
Jadi biarkan aku pulang
Jangan lagi beri harapan
Jika semua hanya tanah lapang
Dipta
Sebentar lagi kegelapan kan menyelimutiku
Dengan jalanan kosong sepi
Sementara angin dingin menari
Dua kaki ini letih
Terus berdiri, berdiri dan menanti
Tak kalah oleh angin
Tak goyah oleh sepi
Dedaunan tak tumbuh menghijau
Hanya kulit pohon yang hampir mati
Ranting-rantingnya nampak jemari menakutiku
Lampu ini sebagai kawan seperjalananku
Mungkin sudah tiba waktu
Dimana harus kutinggalkan lampu, beserta ranting dan jalanan kosong bagiku
Derap langkah tak kunjung ku dengar
jauh... jauh.. masih jauh
Tak kan ada yang datang
Jadi biarkan aku pulang
Jangan lagi beri harapan
Jika semua hanya tanah lapang
Dipta
Jumat, 20 Juli 2012
Kebahagiaan Hanya Itu
Kuingat hari dimana kau bertamu
Bercerita tentang istri dan anakmu
Bercerita tentang pekerjaan dan jabatanmu
Bercerita tentang rumah dan mobilmu
Kau hisap rokokmu dalam-dalam
Hingga ujungnya merah menyala
Lalu kau minum kopi panas dimeja
Memberimu jeda untuk apa-apa yang kau ceritakan
Kau bilang istrimu membeli banyak barang
Anakmu juga mewarisi sifatnya
Kau bilang anak istrimu elok rupanya
Dengan kain berupiah yang menutupinya
Kau bilang kau makmur sentosa
Mau apa tinggal tunjuk apa kadabra cling
Tapi kukira semuanya dusta
Kau terlalu banyak berkoar
Hingga kau lupakan satu dimana tak dapat dusta
Mimik mu tak nampak bahagia makmur sentosa
Apakah ada yang tak engkau dapatkan?
Kuingat rupamu saat ku lontarkan beberapa pertanyaan
Kau bingung, gelisah, entah apa
Saat ini pun aku masih bertanya-tanya
"Bagaimana keadaan ibumu?"
"Sudahkah kau melaksanakan kewajibanmu?"
"Sebagai hamba, sebagai ummat"
"Sudahkah kau bersyukur hei sesan"
"Sesan, sebenarnya kebahagiaan hanya itu"
DIPTA
Bercerita tentang istri dan anakmu
Bercerita tentang pekerjaan dan jabatanmu
Bercerita tentang rumah dan mobilmu
Kau hisap rokokmu dalam-dalam
Hingga ujungnya merah menyala
Lalu kau minum kopi panas dimeja
Memberimu jeda untuk apa-apa yang kau ceritakan
Kau bilang istrimu membeli banyak barang
Anakmu juga mewarisi sifatnya
Kau bilang anak istrimu elok rupanya
Dengan kain berupiah yang menutupinya
Kau bilang kau makmur sentosa
Mau apa tinggal tunjuk apa kadabra cling
Tapi kukira semuanya dusta
Kau terlalu banyak berkoar
Hingga kau lupakan satu dimana tak dapat dusta
Mimik mu tak nampak bahagia makmur sentosa
Apakah ada yang tak engkau dapatkan?
Kuingat rupamu saat ku lontarkan beberapa pertanyaan
Kau bingung, gelisah, entah apa
Saat ini pun aku masih bertanya-tanya
"Bagaimana keadaan ibumu?"
"Sudahkah kau melaksanakan kewajibanmu?"
"Sebagai hamba, sebagai ummat"
"Sudahkah kau bersyukur hei sesan"
"Sesan, sebenarnya kebahagiaan hanya itu"
DIPTA
Langganan:
Postingan (Atom)