Saya punya cerita menarik. Eyang saya menghadap Tuhan 4 hari yang lalu. Memang tidak sopan membicarakannya. Tapi bukan eyang yang akan saya ceritakan..
Jadi begini, saya baru dikabari bahwa eyang tercinta tiada pukul 5 sore. Sebelum kerumah duka, saya memberekan rumah dan merapihkan penampilan adik-adik. Namun saat hendak berangkat, mendadak saja hujan. sehingga saya sekeluarga berangkat setelah hujan agak reda.
Singkat saja, saya dan adik-adik tiba disana pukul 8 malam. Setelah memberi ucapan duka cita dan berdoa untuk eyang, saya berencana mengantarkan mereka pulang. Alasan yang paling kuat, saya takut adik-adik merepotkan orang lain karena mereka semua sedang sibuk.
Setelah saudara dan kerabat lain pulang, saya memilih untuk tinggal. Yah, untuk beberapa sebab. Saya dan saudara saya adalah cucu kesayangan eyang. Saudara saya ini berumur 20 tahun dan sudah bertunangan. Ia tinggal dengan saya saat orang tuanya bercerai dulu waktu ia masih kecil. Jadi kami sangat akrab seperti saudara seibu.
Saudara saya yang cantik rupanya mengambil bantal dan memilih untuk berbaring diruang tamu, disamping peti mati eyang. Saya duduk bersandar didinding dengan memeluk lutut. "Ayo tidur". Katanya. Saya menjawab tidak. Ia berkata lagi berkali-kali. "jangan sungkan, tidur.". Atau "Ini ada bantal, ayo tidur.". Begitu seterusnya.
Dari sorot mata gadis itu, saya tahu ia teramat sangat kehilangan. Saya juga begitu. Tunangannya duduk disebelahnya dan memberi saya salam. Lalu saudara saya berkata lagi dengan suara tinggi. "Kenapa sih nggak mau tidur? Tidur ta! Sini Lho!"
Yup, saya cukup kaget. Ia baru saja membentak saya. Saya memandanginya. Lalu dia kembali tidur. Dari situ saya bertanya - tanya. Apakah dia berkata begitu karna terlalu sedih?". "Benarkah ia marah pada saya karna baru datang pukul 8 malam?".
Saya memiliki pembelaan untuk diri saya sendiri. Saya tidak ingin menambah kesedihannya. Jadi saya berkeluh kesah disini.
Jika itulah cara dia untuk mengutarakan bahwa ia kehilangan pada saya, saya berkeberatan. Karena saya juga bersedih. Saya juga merasa kehilangan. Bahwa saya juga ingin menangis.
Cara bersedihnya begitu. Cara bersedih saya begini. Dia bisa tidur, menangis, membentak tiap orang, karna dia sedih. Tapi cara saya lain. Saya bersedih, namun saya hanya duduk bersandar di dinding. Melihat anda tidur. Melihat anda menangis. Namun saya tidak bisa tidur seperti anda. Saya memilih berdoa untuk keselamatan eyang di akhirat. Cara anda dan saya, Jelas berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar