Laman

Jumat, 28 September 2012

Secepat Lalu

Ia menggenggamku begitu erat
Melewati ruang dingin sangat gelap
Saat kami telah bebas dari labirin antah berantah
Ia mencengkram pundak mungilku dan berkata "lihat? ini mudah"

Sinar yang hangat menembus sela rambutnya
Aku begitu fokus pada matanya yang lelah
Di sekitar kami mungkin bukit dengan mentari sore dan pohon-pohon oak
Ia tersenyum dan mendekapku seolah ia berhasil mendapat harta karun

Di atas senyum bulan sabitku
Di atas kebahagiaanku
Kami bagai api dan tungku
Yang kini padam di halau waktu

Aku meringkuk dikasur empuk
Kesunyian adalah kawan bermain
Tawaku terendam hening
Bukan lagi dibukit dengan ruh melainkan bejana

Sedang main dengan waktu
Mengenang-ngenang seperti apa dulu
Bagaimana hal ini dapat pupus tanpa pasang surut
Padahal dulu semenyenangkan itu

-dipta



Sebait Puisi

 HAL TABU

Denganmu bagai fatamorgana dipadang pasir
Sejauh aku mengejar kau makin jauh pula
Layaknya berdiri dibatu licin
Sudah begitu tertimpa hujan

-dipta

Minggu, 23 September 2012

Nasib Para Stalker

Kalo pas aku liat kamu, pasti ketepatan kamu liat aku juga.
Trus pasti aku buang muka liat yang lain..
Katanya sih kamu udah single, tapi bukan berarti mau memiliki sih ya.

Pas malem-malem, ditengah ngerjain pr fisika sama kimia,
tekadku buat nuntaskan pr jd ilang.
Maklum lah.. anak muda tergoda aja pas disebelah ada laptop nganggur masih kepasang wifi, hihi.

Jadi deh, bukunya aku php-in.
Mbatin nya nanti selesai kok, nanti hehe. Nggak! Beneran harus selesai!
 Nah, pas buka google, iseng-iseng cari orang.
Kebetulan nggak punya username twitternya.
Pas mencet 'search', cling! Keluar semua account nya kamu.

Akhirnya aku pilih blogger.
Disana kamu follow blog pacarmu.
Iseng-iseng aja baca artikelnya.
Pas lagi asik ngikutin alur blog pacarnya, eh sorry, sekarang mantan.
Ada posting yang isinya full tentang kamu, dari hobi apapun lah,
Sampai dia minta maaf lewat blog.

Kaku lah rasanya.
Diem.. aja nggak bisa gerak. 
Nggak mikir apa-apa sih.. cuma mbatin "oh".
Akhirnya aku tutup, kalo diliat orang aku diem2 nguntit nyeeeh mau ngomong apaaa..
Tapi resiko juga sih jadi stalker..
Mau nggak nguntit penasaran.
Mau nguntit ntar jadinya nyesek.

Tau nggak pas itu rasanya gimana?
Nggak nyesek parah sih..
Bayangin aja ya, kamu lagi liat laptop.
Trus tiba2 nyesek, Deg!
"mati"


Selasa, 18 September 2012

Sebait Nasehat

Kalau membawa perahu jangan ikuti arus saja
Sekali waktu hadapi riak kecil atau bahkan sebuah gelombang
Air yang tenang kadang berbahaya juga
Tahu-tahu tenggelam atau termakan buaya

-dipta

Suara Dalam Keheningan

Ayah, wanita memang indah
mengagumi mereka sungguh tiada habis yah
Kau telah miliki satu tuk kau kagumi sendiri
Kagumi ia saja yah, sama saja tiada habis

Malam dimana kita maka besar
Tanyaku tiada putus yah
Kulihat kau mencuri pandang
Wanita didepanmu makan dengan elok manis juga rupanya

Tapi tanyaku terberangus
Saat aku tahu tabir terkelam mu
Kau mengindahi dua wanita dihatimu yang hanya ada satu
Ayah...

Jika aku mempunyai dua ibu
Aku lebih baik mati

-dipta

Minggu, 16 September 2012

Mungkin Tanpa Batas

Ya Allah...
Aku bukan berkeluh kesah namun hanya bertanya
Jika kesabaran seluas langit
Lalu keikhlasan seluas apa?

-dipta

Puisi Satu Bait

Api, Kawan-Lawan


Kau tak hanya bermain api
Tapi merendamnya dengan bensin
Hati-hati nanti terbakar  sendiri
Lalu hanya jadi abu yang ditiup angin

-dipta

Minggu, 09 September 2012

Ketegaran

Sebenarnya ingin berteriak atau memberontak
Menangis puas dan meletuskan amarah
Tapi hati ini telah dewasa
Nyatanya ia hanya menulis sebait puisi saja

-dipta

Mengenalmu Lebih Dari Apapun

Awan memang mendung
Tapi matamu lebih kelabu

Matahari itu hangat
Tapi kuningnya adalah aura kamu punya

Listrik nggak jauh-jauh dari arus
Tapi kamu yang menjadi sengatannya

Jadi apa intinya?
Matamu memang kelabu
Jika benar-benar mengenalmu kamu tak se misterius itu
Bisa dirasakan, kau tahulah

Tiap sentuhmu mu mengandung aliran arus
Tidak tahu juga apa

-dipta

Sabtu, 08 September 2012

Kekuatan Hati Ibu

Ia membawa sekuntum lili putih ditangannya, dipercantik dengan plastik bening dengan pita merah.
Ia nampak rapih dengan kemeja putih bergaris biru dan rambut ala anak muda.
Senyum mengembang dari wajahnya  yang cerah, secerah warna bunga lili digenggamannya.

"Selamat ulang tahun ibu, kian hari kau kian cantik. mungkin wanita yang paling cantik"
Lelaki itu mencium kening ibunya yang berkerut.
Ibunya tersenyum di ranjang yang menjadi sahabatnya setiap waktu.
Ruangan itu gelap dengan lampu tidur bercahaya kuning di samping ranjangnya.

"Ibu ingat? dulu, saat aku masih sangat kecil. Aku tidur diranjang ini bersama ayah dan ibu."
"Aku di puk-puk oleh mu bu, hingga aku tertidur"

"Lalu saat aku lari ketakutan karena seekor anjing mengejarku"
Ia tertawa pelan serta mengusap lembut punggung tangan keriput milih ibunya.
"Kau mengabadikan wajahku saat belinang air mata dan kelelahan karna baru berlarian"
Bocah yang kini seorang lelaki tampan itu mengingat-ingat kenangan manis seolah ia kembali pada masa lalu.
Dimana saat ibunya menyuapinya dengan sabar, mangganti popoknya, dan menyusuinya.
Raut saat ibunya marah, kecewa, khawatir, tertawa, menjadi satu dalam rangkaian keluarga bersama ayah dan seorang abang.

Lalu ia teringat, saat ia menginjak remaja. Saat emosinya tak dapat dikendalikan atau tak mau mendengar.
 Rasa dimana ia selalu benar.
Mengingat wajah ibunya yang kecewa namun tetap menasehatinya dengan belaian, senyuman, tangisan, wanita kuat itu sempat berkata "Ibu menyayangimu, karnanya saat kau berbuat salah ibu memarahimu"

Rautnya berubah sedih
"Ibu maafkan aku"
"Aku tidak dapat menjagamu dengan baik, bahkan saat kau diterkam oleh kesunyian"
"Aku tak dapat mengusir rasa sepi disekelilingmu bu, padahal sepi ini tercipta dariku"
"Bahkan setelah suaramu harus terpendam,
bahkan setelah kakimu harus lumpuh,
bahkan saat tungkai dan lenganmu terus mengecil karna ku"
Ia tersedu mencium punggung tangan ibunya terus menerus.
Wanita diranjang dengan lengan yang terus mengecil itu menatap kosong dalam kegelapan.
"Bila saja aku menurut pada tuturmu yang saat itu lembut"
"Untuk tidak berlari menjauh dari halaman rumah yang nyaman"
"Untuk tidak keluar dari pelukanmu"
"seharusnya aku mendengarkan tangis mu bu.."

Lelaki berbadan tegap itu semakin larut dalam tangisanya.
Lalu wanita yang dikasihinya mengambil papan alphabet dan menunjuk huruf perhuruf hingga menjadi sebuah kalimat. Raut wanita ikhlas diranjang tetap tetap datar walau aku tahu hatinya hancur.
Ia terlihat kuat dihadapan anak lelaki kesayangannya.



"Nak, tetaplah bernafas"


-dipta






Minggu, 02 September 2012

Derita Orang Pinggiran

Langit sebagai atap
Kehidupannya dirumah paling lemah
Dibawa angin lelahnya jauh melayang
Bayanganya selalu bekerja entah pagi entah petang

Suatu waktu dirinya kan hancur
Peluhnya hanya fatamorgana ditanah datar
Sedang kulitnya gemetar
Ringkih sudah membungkuk

Andai emas sepenuh bumi nyata
Cipta dari tidak ada menjadi ada
Kukuh saja berusaha dan berdoa pada Tuhan
Sabar... sabar... sampai mati sabar

Tuhan selalu shbuk
Sedang atur segala urusan
Tapi tenang dulu
Dia bagai embun di benak mu dengan segala ketenangan

-dipta




Madu Dalam Racun

Kalau dipikir terus memang tiada habis
Aku tersenyum ia mengumpat
Aku tertawa ia bedusta
Aku diam ia bergosip

Untuk apa payah-payah dipikir
Toh sama saja
Lain dimulut lain dihati

-dipta

Sabtu, 01 September 2012

Kamu yang Utama

Perasaanmu harus tetap bernafas
Jadikan ia tetap mengapung
Jangan sampai terhanyut
Atau menyelam terlalu dalam

-dipta

Yang Terabaikan

Terlalu lama tersimpan juga tak bagus
Tak pernah disentuh, tak diberi kehangatan
Apa yang terjadi pada sesuatu yang diabaikan?
Ia menjadi debu

-dipta