Selupanya aku mengingat
Ia tak disebut manusia tanpa hatinya
Seumpama catur tanpa anak bidaknya
Kita tak beda jua
Perihal kodrat dan tata aturan
Adam dan hawa
Menikahi cinta merawatnya hingga usia tua
Mengandung kasih yang tak bisa didebat lagi
Dan dicerita yang baru berawal
Secangkir murni kebahagiaan diteguk tuntas
Tak lagi mengenal cangkir yang berbatas
Harusnya tak usah buang waktu
Ceritakan kisah ini padamu
Katanya kisah kita mirip jua
Mirip apanya?
Mirip diawal?
Diusia yang bukan lagi daun muda
Kamu mengertikah?
Tatkalala cincin memeluk erat sang jari manis
Cinta tak lagi seuntai prolog tua
Harusnya diusia yang tak lagi prima kamu telah paham
Mengapakah kesedihanku jadikan langit-langit hati ini mendung
Harusnya kisah ini tak berepilog layak air asin dan air tawar
Kemana pula cintamu melaut?
Bersegeralah pulang kerumah
Memperbaiki atap yang kan memayungi kita
Dari badai kesedihan apapun
Kita kan berpayung berdua
Bukan karna pahitnya kopi yang tergula tak terlalu manis
Lalu menjadikanmu kesetanan
Aku akan menambahkan gulanya kemudian
Atau memperbaiki genting sendirian
Tapi pulanglah
Aku dan cinta-cinta kita yang masih kanak-kanak
Menunggu resah dirumah
-dipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar